Perfeksionisme

Assalamualaikum … Wr Wb

Apa yang dimaksud Perfeksionis, … Serba Sempurna?

Seorang perfeksionis menganggap bahwa segala sesuatu harus dikerjakan dengan serius dan sempurna, tidak boleh ada kesalahan, tidak boleh asal-asalan, tidak boleh ada cacat. Mengapa perfeksionis meningkat? Menurut para ahli, persaingan di dunia kerja semakin ketat. Karena itu dibutuhkan orang-orang dengan kualitas yang sempurna. Para orangtua yang menyadari hal ini, tentu saja akan menekan anak-anaknya untuk belajar keras, menjadi yang terbaik di kelas dengan nilai selalu A.

Menurut para ahli bahwa seorang perfeksionis itu bisa diciptakan, bukan bawaan sejak lahir. Para perfeksionis dibentuk sejak kecil. Orangtua menuntut anak-anaknya belajar dengan serius untuk mendapat nilai A. Para guru pun demikian. Selain bertujuan untuk bersaing kelak di dunia kerja, juga bertujuan mendongkrak status sekolah maupun gengsi para orangtua murid. Dengan sendirinya, semua itu berakibat pada semakin meningkatnya tekanan-tekanan pada anak-anak.

Orangtua yang terlalu mengkritik dan terlalu menuntut anak-anaknya untuk menjadi yang terbaik, akan cenderung membuat anak-anak tersebut menjadi perfeksionis. Demikian juga orangtua yang selalu takut bersalah, akan mencetak anak-anak yang serupa. Seperti kata pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya atau like father like son, like mother like daughter

Perfeksionisme yang ditanamkan sejak kanak-kanak, merembes dan mengendap dalam jiwa anak-anak dan membentuk pola pikir dan kepribadian khusus. Perfeksionisme menjadikan anak-anak tumbuh menjadi orang yang serius, tak ada kegembiraan hidup, tak ada keharmonisan penguasaan ilmu pengetahuan. “Jika Anda hanya fokus pada prestasi dan mempertahankan diri agar selalu menjadi yang terbaik, maka Anda tidak akan fokus pada mempelajari tugas-tugas Anda secara manusiawi. Yang Anda ingat hanya prestasi diri”. Karena itu perfeksionisme juga menghambat kreativitas dan inovasi … ………

Kenyataannya, perfeksionisme sumber emosi negatif. Karena memfokuskan pada hal-hal yang paling ingin dihindari (jangan kalah, jangan gagal, dll.), menimbulkan frustrasi yang berkepanjangan, rasa bersalah, depresi, dan emosi-emosi negatif lainnya. Baik pada atasan/orangtua/guru maupun pada murid/pegawai. Ibarat pisau bermata dua, perfeksionis melukai dua pihak, yaitu si perfeksionis di satu sisi dan bawahannya / anaknya. Sisi negatif yang selalu aktual, tercermin pada banyaknya murid sekolah yang bunuh diri .

Di lingkungan pendidikan, perfeksionisme akhirnya menjadi semacam kontrol para orangtua terhadap anak-anaknya. Dan kontrol ini semakin meningkat di era globalisasi ekonomi sekarang ini. Demikian pendapat para ahli.

Perbedaan antara Excellence dan Perfection

Excellence (keunggulan) tersirat perasaan menikmati apa yang Anda lakukan, kemudian merasa senang dengan pencapaian Anda. Anda merasa percaya diri dan tidak ngoyo dalam melakukan usaha itu. Tidak stres atau depresi, tidak emosi, semua dijalani dengan santai dan senang hati.

Perfection (kesempurnaan) tersirat suatu usaha ke arah pencapaian kesempurnaan. Anda selalu gelisah dan stres karena takut gagal, dan akhirnya depresi karena Anda merasa harus mencapai kesempurnaan dalam kerja Anda. Anda tidak mau dinilai bersalah / gagal, Anda tak mau kalah dengan orang lain. Anda terus mencari kesalahan dan kelemahan agar kerja Anda sempurna, tak peduli bagaimana caranya.

Sukses tidak tergantung pada bagaimana mencapai sukses dengan cara mencari-cari kesalahan lalu menanganinya, tetapi bagaimana kreativitas dan semangat Anda dalam menangani masalah. Di masa depan, Anda sebaiknya tidak membuat anak Anda menjadi perfeksionis untuk mencapai kekuasaan (power) tetapi buatlah mereka bersemangat dalam hal-hal yang diminatinya. Dengan demikian mereka tidak menderita strees sepanjang hidupnya, tidak selalu ragu-ragu atau takut berbuat kesalahan, tetapi bisa menikmati hidup, dan selalu bersemangat menjalankan tugas-tugasnya. Demikian nasehat para ahli.

Harapan ! Harapan ! Harapan ! Sebagai warga negara dari abad ke 21, kita dihadapi dengan tuntutan yang tinggi dan harapan yang lebih tinggi lagi. Media mengirimkan pesan tiada henti yang mengajarkan kita bagaimana harus berperilaku, makan, dan berpakaian. Harapan dari media itu hampir mustahil untuk dijangkau – tetapi Tuhan tidak. Tuhan tidak mengharap kesempurnaan… dan sebaiknya kita juga tidak. Perbedaan antara kesempurnaan dan harapan yang realistik adalah perbedaan antara hidup frustrasi dan hidup tenang. Hanya Tuhan yang bisa sempurna, dan kita semua berada di bawah standar dan perlu menerima keterbatasan kita seperti kita menerima keterbatasan orang lain. Jika anda terbelenggu oleh perfeksionisme, inilah saatnya kita tanyakan pada diri kita sendiri apa yang ingin kita tonjolkan dan pada siapa ? Jika anda berusaha membuat teman anda kagum atau berusaha meniru penampilan selebriti Hollywood, inilah saatnya anda mempertimbangkan lagi prioritas anda. Tanggung jawab pertama adalah kepada Tuhan yang menciptakan kita. Selanjutnya adalah tanggung jawab pada keluarga dan lingkungan kita. Namun jika itu melibatkan harapan yang tidak realistik dari lingkungan, lupakan saja ! Sudah saatnya kita menerima diri kita apa adanya. Saat kita melakukan ini, kita akan merasakan beban yang sangat berat terangkat dari pundak. Pada akhirnya, menyenangkan Tuhan hanya sesederhana menuruti perintah_Nya. Tapi untuk menyenangkan semua orang ? Itu mustahil. Matthew Henry mengatakan,” Kita tidak akan menemukan manusia yang sempurna, sampai kita memiliki dunia yang sempurna”. Sementara James Dobson menulis,”Orang yang paling berbahagia di dunia ini bukanlah orang yang tidak punya masalah, tapi orang yang belajar untuk menerima hal-hal yang tidak sempurna.”

~ Terimalah ketidaksempurnaan diri sendiri. Jika kita terperangkap dalam kehidupan modern yang menuju kepada kesempurnaan, jadilah dewasa … jangan bebani diri anda sendiri dengan harapan yang tidak masuk akal. Don’t be too hard on yourself. You don’t have to be perfect to be wonderful.

Catatan : dari berbagai sumber

Tinggalkan komentar